Silakan isi comment untuk menuliskan testimoni, kesan, dan pesan bagi peserta pameran. Terima kasih.
1 Comment
Silaturahmi Nasional (SILATNAS) Komunitas Belajar Zerowaste (BZW) ini diselenggarakan pertama kali di Yogyakarta pada tanggal 10 – 11 September 2022. Acara yang dihadiri oleh alumni / anggota Komunitas BZW dalam skala nasional ini berkonsep linking and learning, yaitu mempertemukan berbagai pihak yang fokus pada isu-isu lingkungan, berjejaring dan berkolaborasi. Acara ini juga termasuk zerowaste event / acara minim sampah, karena dalam seluruh detailnya memitigasi munculnya sisa konsumsi yang menjadi residu.
Jumlah peserta internal BZW yang telah menerima manfaat dari kegiatan ini sejumlah 84 orang, terdiri dari para alumni level nasional beserta keluarga. Secara total lebih dari 115 orang (baik internal maupun eksternal komunitas BZW) terlibat dalam dalam acara ini. Rangkaian acara terbagi menjadi dua hari. Hari pertama adalah seri seminar dan diskusi, serta kegiatan anak-anak.
Hari kedua mengadakan trip ke Bumi Langit dan berdiskusi dengan pendirinya, yaitu Pak Iskandar. Tujuan dari trip ini adalah memperkenalkan permakultur sebagai bagian dari gerakan minim sampah. Tidak hanya itu, acara ini juga diramaikan oleh pihak-pihak yang sejalan dengan misi minim sampah, antara lain :
Yang tidak kalah penting adalah dukungan dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan sebagai bukti kepercayaan terhadap keberlangsungan Komunitas Belajar Minim Sampah.
Silakan bebas unduh video lewat tombol di bawah dan menyebarkannya untuk kepentingan publik non komersial dengan menyertakan kredit @jirowes dan hashtag #jirowes. Terima kasih
https://kompas.id/baca/utama/2019/05/16/pengukuran-dioksin-dan-furan-di-pltsa-lima-tahun-sekali-berisiko/
BEDAH DAN DISKUSI BUKU ‘MENUJU RUMAH MINIM SAMPAH’ 28 Oktober 2018, Saorsa Kopi, Sleman, Yogyakarta 09:00 - 12:00 WIB Bedah dan diskusi buku Menuju Rumah Minim Sampah (MRMS) di Yogyakarta merupakan rangkaian acara yang dilakukan penerbit Pustaka Rumah Main Anak (RMA) dengan penulis buku, Ibu DK Wardhani, untuk lebih mendekatkan buku ini pada para pembacanya. Yogyakarta menjadi salah satu kota terpilih diantara kota lain karena beberapa alasan :
Dari sekian banyak alternatif lokasi, venue yang dipilih adalah : Saorsa Kopi, sebuah tempat berkumpul anak muda yang kekinian sekaligus mencerminkan lokalitas jogja yang kental melalui ruang pendopo dan halaman luasnya. Saorsa juga menjadi salah satu tempat makan yang mengusung konsep minim sampah, misalnya penggunaan sedotan yang mudah terurai, piranti makan kaca, penyajian makanan minim sampah, dsb. Kesesuaian konsep acara dengan pemilihan venue yang sejalan diharapkan dapat mendukung keberhasilan acara. Acara utama terdiri dari bedah dan diskusi buku Menuju Rumah Minim Sampah yang menghadirkan Ibu D.K. Wardhani sebagai pembicara utama, dan Bapak Agus sebagai pembicara tamu perwakilan RMA. Panitia mengundang pula para aktivis lingkungan, praktisi pengolahan sampah maupun komunitas peduli lingkungan. Acara juga didukung oleh Bazar yang dihadiri para tenant pilihan yaitu artisan dan start up lokal yang menjual produk untuk mendukung gerakan minim sampah, produk daur ulang dan buku-buku bertema lingkungan/cinta bumi. Salah satu spot pendukung yang tidak kalah penting adalah fasilitas Kids Corner untuk para orang tua yang membawa putra-putri mereka. Kids Corner membuat program edukasi lingkungan untuk anak-anak yang dititipkan. Program ini dibagi menjadi 3 spot yaitu : spot audio-visual, spot kinestetik, dan spot reading/listening. Materi masing-masing spot berjalan sevisi dengan acara utama yaitu gerakan cinta lingkungan untuk anak. Antusiasme orang-orang yang ingin mengikuti acara ini sangat terlihat, terbukti dengan ditutupnya pendaftaran hanya empat hari setelah flyer publikasi diluncurkan, karena jumlah peserta yang sudah memenuhi kuota. Acara ini juga sukses meninggalkan 45 orang yang tergabung sebagai waiting list. Pada akhirnya, acara ini berhasil menjangkau penerima manfaat sebesar 150 orang, artinya melebihi 50% dari jumlah penerima manfaat yang ditargetkan diawal. Penerima manfaat langsung maupun tidak langsung ini terdiri dari 64 orang peserta terdaftar, 15 orang yang tergabung sebagai tenant bazar dan tim tenant, 21 anak yang tergabung dalam Kids Corner, 15 orang dalam kepanitiaan, 7 orang tamu undangan, 10 orang man power Saorsa, sisanya adalah pengantar yang bisa memasuki area.
Dokumentasi Foto oleh Enrica Rinintya, Sulistiyoningtyas dan @abun_nada Kontributor: DK Wardhani
Reuni Perak ITB93 berlangsung pada hari Sabtu, 28 Juli 2018, mulai pk. 06:00 -15:00 WIB dengan konsep zero waste. Panitia mempercayakan persiapan dan pelaksanaan teknis acara kepada event organizer (EO). Acara diselenggarakan di luar ruangan, berpusat di area Parkir Gedung PLN dan Taman TVST ITB. Diawali dengan lari keliling Kampus ITB sejauh 2,5 km, yang diikuti 93 alumni berserta keluarga pada pukul 06:00 WIB. Peserta lari disambut medali keren dan sarapan bubur ayam di garis finish 😆
Peserta lari punya cukup waktu untuk mandi dan dandan syantik, sebelum acara di panggung hiburan mulai pada pukul 09:00 WIB. Diperkirakan sekitar 700 orang alumni+keluarga hadir. Deretan tenda stand kuliner khas Bandung berdampingan dengan beberapa stand bazar hadir di sepanjang jalan yang memisahkan Gedung PLN dan Labtek VII. Minuman dan makanan disajikan prasmanan menemani peserta menikmati hiburang panggung hingga pukul 12:30 WIB. Selepas panggung hiburan, sebagian peserta bergabung dalam acara networking di dalam Gedung TVST, sementara sisanya langsung lanjut acara di jurusan masing-masing. Peserta acara networking disuguhi jajanan pasar dalam tampah. Tepat pukul 15:00 WIB seluruh rangkaian Reuni Perak ITB93 usai sudah. Bahagia... Saat komunitas yang menginisiasi acara talkshow ini, menyambut usulan agar mengadakan #zerowasteevent (acara dengan konsep minim sampah). Meskipun mungkin terasa berat awalnya, dan banyak keraguan tapi sungguh melegakan saat acara terlaksana. Panitia dan peserta mau berkomitmen untuk bertanggungjawab meminimalisir dan mengelola sampah yang dihasilkan dari acara ini. Dengan jumlah peserta yang cukup banyak (dewasa 80-an orang dan anak-anak 55 orang) minim sampah adalah tantangan tersendiri. Peserta diminta membawa botol minum dan wadah tempat makan, serta saputangan. Meskipun tidak semua melakukan himbauan, paling tidak panitia sudah berusaha membuka pintu komunikasi yang awalnya mereka sangka sangat sulit diterima peserta. Panitia menyiapkan banner zerowaste, air minum isi ulang, makanan ringan tanpa kemasan, juga desain tempat sampah dan.... yang tak kalah seru.. anak-anak diajak membuat ecobrick, membuat prakarya dari koran bekas, membuat lukisan dari bahan alam. Sebelum acara mulai diadakan kulwapp singkat tentang acara minim sampah, sehingga semua panitia paham dan siap. Teman-teman panitia juga menonton video pendek dari JIROWES tentang merencanakan acara minim sampah. Setelah acara, sampah organik dibawa oleh salah satu panitia untuk dikubur di kebun belakang rumahnya. Dan sampah plastik juga dibawa pulang panitia. Alhamdulillah ternyata kita bisa.. Kontributor: DK. Wardhani Teman-teman pasti pernah ya membuat atau ikut dalam sebuah kegiatan yang melibatkan banyak orang. Baik itu kegiatan di dalam atau di luar ruangan, pelatihan, arisan, pertemuan keluarga dsb. Di tengah eforia kegiatan tersebut, apa yang teman-teman lihat, rasakan, dan pikirkan saat itu? Satu hal yang pasti kita temui adalah... ya, sampah! Kita seringkali tertegun sendiri melihat banyaknya sampah berserakan dimana-mana. Terkadang bahkan takjub betapa orang dengan mudahnya dan tanpa merasa bersalah membuang sampah sembarangan. Seringkali pula dibeberapa sudut meja tampak makanan sisa yang tidak mampu kita habiskan. Atau ceceran makanan di lantai yang menunggu dibereskan. Tidak ketinggalan gumpalan-gumpalan tisu dan kantung plastik setia menghiasi setiap sudut. Untuk teman-teman yang pernah menjadi panitia, pasti menjadi orang paling sibuk yang membereskan sampah-sampah usai acara. Pemandangan semacam itu seringkali menciptakan rasa miris sekaligus sedih di hati. Cuplikan pernyataan Annie Leonard, seorang aktivis peduli lingkungan Greenpeace, "There is no such thing as “away”. When we throw anything away, it must go somewhere" - seakan menemukan kebenarannya. Sampah ‘kecil’ yang kita hasilkan ini tidak benar-benar hilang. Ia hanya berpindah tempat. Pernahkah kita berpikir jauh bahwa sampah yang sudah kita hasilkan ini ternyata juga berkontribusi terhadap timbunan sampah dunia? Kalau begitu, marilah kita berpikir tentang cara mengurangi sampah saat sedang berkegiatan.
Yang menarik adalah, workshop menulis kreatif yang diketuai oleh Elviyesti Rosefa ini juga mengusung konsep zero waste event. Apa itu zero waste event? Sebuah konsep berkegiatan dengan mengupayakan minimnya sampah yang dihasilkan. Sampah tentu saja tidak bisa dihilangkan sama sekali. Tapi paling tidak kita bisa berupaya mengurangi produksi sampah terutama saat menggelar kegiatan dengan banyak orang. Ada langkah-langkah strategis yang sudah dilakukan panitia event ini demi melakukan upaya kegiatan minim sampah, antara lain :
3. Berkomunikasi dengan pihak hotel / pemilik tempat bahwa kegiatan ini sekaligus mengusung konsep zero waste event. Ada beberapa kontribusi dari pihak hotel untuk mendukung praktek ini, antara lain:
4. Pihak panitia bahkan tidak membuat banner kegiatan yang biasa digunakan sebagai bentuk visibility acara. Bahan banner dianggap tidak ramah lingkungan. Dengan penggunaan yang relatif singkat (hanya digunakan saat acara berlangsung saja), maka banner sekali pakai hanya akan menjadi timbunan sampah baru. 5. Moderator dan MC secara bergantian tidak henti-hentinya mengingatkan peserta untuk bertanggung jawab terhadap sampahnya masing-masing. Di setiap akhir sesi, panitia selalu mengingatkan untuk membereskan meja dari sampah sebelum meninggalkan ruangan. Zero Waste di Kids Corner Tidak hanya itu, konsep zero waste event juga dipraktekkan oleh penanggung jawab Kids Corner (KC), Tasa Laurika. Bersama dengan tim pendamping anak, mereka juga melakukan serangkaian upaya :
Strategi-strategi panitia ini perlu dicontoh sebagai upaya praktik baik mewujudkan kegiatan minim sampah. Zakiyah Darojah, ketua Rumah Belajar Literasi menyatakan bahwa kegiatan ini yang paling baik capaiannya dalam hal praktek meminimalkan sampah, dibandingkan dengan kegiatan-kegiatan sebelumnya. “Kegiatan sebelumnya meskipun sudah disediakan sampah terpisah tapi diakhir acara masih bercampur aduk. Kali ini peserta sangat peduli untuk membuang sampah sesuai dengan wadahnya,” ungkapnya. Namun demikian, ada evaluasi bahwa upaya ini masih ada jarak dengan kesempurnaan, terutama saat berkaitan dengan pihak lain. Meskipun sudah dikomunikasikan kepada pihak hotel terkait pilihan menu (menghindari gorengan dan bungkus plastik/kertas), namun masih ada hal-hal yang tidak sinkron, misalnya penyajian menu beralas kertas, dan serbuk kemasan kecil. “Tidak perlu berkecil hati,” kata ibu D.K. Wardhani. Mengusung acara berkonsep zero waste adalah sebuah upaya yang perlu dilakukan terus-menerus. Perlu diperjuangkan. Seperti sebuah kutipan yang terkenal, “think big, start small, learn fast". Buka diri untuk sebuah gagasan besar, kita mulai dari diri kita dan belajar untuk menyesuaikan diri sebaik-baiknya.
Kontributor: Mita Hapsari Pertengahan Februari 2016 lalu, Nina Pierre bersama suami dan dua putrinya baru kembali dari liburan minim sampah ke Pantai Ujung Genteng, Sukabumi, Jawa Barat. Liburan ini merupakan salah satu usaha keluarga kami mengganti "kebiasan" pesta ulangtahun dengan trip buat anak-anak sesuai minat mereka. Kali ini buat si bungsu Andini yang "sea turtle enthusiast". Dia sendiri yang memilih hadiahnya: eksplorasi pantai Ujung Genteng, ungkap Nina. Berikut 5 kiat yang diberikan oleh keluarga Nina Pierre bagi siapapun yang berniat liburan minim sampah:
Seluruh foto adalah koleksi pribadi Nina Pierre.
|